Ade Rezki Dorong Penguatan Pelatihan Bahasa dan Penutupan Jalur Ilegal PMI Asal NTT

Anggota Komisi IX DPR RI Ade Rezki Pratama dalam Kunjungan Kerja Reses Komisi IX di Kupang, NTT, Senin (11/8/2025). Foto : Galuh/Andri
PARLEMENTARIA, Kupang - Anggota Komisi IX DPR RI Ade Rezki Pratama menyoroti kondisi pekerja migran Indonesia (PMI) asal Nusa Tenggara Timur (NTT) yang sebagian besar bekerja di luar negeri secara non-prosedural. Berdasarkan data 2022, terdapat sekitar 1.403 PMI asal NTT, dengan 90–95 persen penempatan di Malaysia, sisanya di Singapura dan Hong Kong.
Menurut Ade, peluang penempatan PMI asal NTT di luar negeri seharusnya bisa dua hingga tiga kali lipat lebih besar. Hal itu jika sumber daya manusia dibekali keterampilan bahasa asing yang memadai.
“Kita masih kalah bersaing dengan pekerja migran asal Filipina yang unggul dalam penguasaan bahasa. Kami mendorong penambahan kurikulum bahasa asing dengan jam belajar yang lebih banyak, agar generasi kita bisa mendapatkan porsi penempatan yang lebih besar,” ujar Ade kepada Parlementaria dalam Kunjungan Kerja Reses Komisi IX di Kupang, NTT, Senin (11/8/2025).
Ia juga mengungkapkan kekhawatiran atas tingginya jumlah PMI non-prosedural yang dikirim melalui jalur ilegal, seperti jalur tikus lewat Batam, sebelum diterbangkan ke negara tujuan. Menurutnya, kondisi ini meningkatkan risiko kekerasan fisik dan mental, serta membuat pemerintah kesulitan melakukan perlindungan karena tidak adanya data resmi.
“Kami meminta Pemerintah Provinsi NTT menutup celah jalur ilegal dan mengedukasi masyarakat untuk mengikuti prosedur resmi. PMI yang berangkat secara prosedural biasanya memiliki risiko yang jauh lebih kecil terhadap kekerasan dan pelanggaran hak,” tegas Politisi Fraksi Partai Gerindra ini.
Ade juga mengimbau masyarakat agar tidak tergiur janji manis dari perusahaan penempatan yang tidak memberikan jaminan hak kerja yang layak. Ia mendorong pemerintah daerah menyisir secara masif perusahaan penyalur PMI demi meminimalkan kasus pelanggaran di luar negeri.
Menanggapi hal ini, Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena mengakui bahwa dari sekitar 2.000 PMI resmi yang berangkat tiap tahun, jumlah yang tidak resmi cukup banyak, dan hampir semua kasus kematian PMI berasal dari jalur non-prosedural.
“Kami mulai melakukan edukasi sejak tingkat desa, memastikan calon PMI memiliki keterampilan, pengetahuan bahasa, budaya, dan mengikuti prosedur resmi. Selain itu, kedepan kita dorong penempatan ke negara-negara dengan perlindungan lebih baik, tidak hanya Malaysia, tetapi juga Singapura, Hong Kong, Taiwan, Timur Tengah, Eropa, hingga Amerika,” kata Melky.
Ia juga menargetkan PMI asal NTT ke depan tidak hanya bekerja di sektor domestic worker, tetapi juga di sektor lain yang memiliki prospek dan perlindungan lebih baik. (gal/rdn)